Selasa, 11 Agustus 2009

spirit jihad dalam jebakan terorisme

BANGSA Indonesia telah melakukan kesalahan besar, ketika para pendiri negeri ini menolak tunduk di bawah aturan Allah, dan memutuskan untuk menyingkirkan syari’at Islam, kemudian memilih jalan hidup sekuler dalam menjalankan roda pemerintahan.
Kesalahan tersebut muncul dari paradigma dan persepsi yang menyesatkan. Menganggap Islam hanya terbatas dalam urusan pribadi dengan Tuhannya, dan tidak berkaitan dengan kehidupan bernegara. Syari’at Islam dipandang tidak mampu memberi solusi terhadap kompleksitas problem modern. Padahal, sejarah membuktikan, ketika manusia memilih hidup di bawah kekuasaan selain Islam, yang terjadi pastilah kerugian dan kebinasaan.
Islam telah menyumbang banyak pada Indonesia, tapi diperlakukan secara tidak adil dan diskrimintaif. Inventarisasi jasa Islam dilakukan seorang pakar sejarah, Dr. Kuntowijoyo, dalam bukunya ‘Identitas Politik Umat Islkam’.
Jasa Islam bagi keberkahan negeri ini antara lain: Pertama, Islam membentuk civic culture (budaya bernegara). Kerajaan-kerajaan Islam yang berdiri di seluruh Indonesia sejak abad ke-13 pasti dipengaruhi oleh tata Negara Islam, bukan oleh Hinduisme. Buku tata Negara, seperti Tajus Salatin mempunyai pengaruh yang luas.
Kedua, Solidaritas nasional, terjalin karena pengIslaman Nusantara menjadikan seluruh Indonesia sebuah kesatuan. Jaringan itu terbentuk terutama sesudah ada diaspora Islam setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511. Persamaan agama, budaya, suku Melayu menjadikan jaringan agama sebagai proto-nasionalisme. Ketiga, syari’at jihad menjadi motivator satu-satunya untuk meraih kemerdekaan, bebas dari belenggu penjajahan kafir Belanda. Pada tahun 1873-1903 terjadi Perang Aceh menetang penjajah Belanda. Pada tahun-tahun 1945-1949 ideologi jihad lah yang mendorong pembentukan lascar Hizbullah-Sabilillah sebagai tentara resmi melawan penjajah. Perlawanan pada komunisme, 1965-1966 adalah berkar ideology jihad.
Keempat, kontrol sosial di NKRI, tidak hanya dijalankan oleh polisi, hukum, perundangan, dan peraturan, tapi terutama oleh agama Islam. Bayangkan, jika tidak ada Islam yang melarang pembunuhan, pencurian, dan perampokan, pastilah orang-orang kaya perlu punya banyak Satpam. Bila tidak Islam yang mengharamkan pelacuran, miras, perjudian, tentulah orang tua tidak akan bisa tidur nyenyak membiarkan anak gadisnya tanpa penja gaan. Jika tidak ada Islam yang melarang tradisi kawin inses (sesama saudara kandung), mengharamkan pelacuran, perjudian, miras, korupsi, seperti apa Indonesia hari ini?
Sayang sekali, jasa Islam ini sering dilupakan kalau bukan dikhianati orang. Bangsa Indonesia belum pernah secara obyektif mengakui dan kemudian mengoreksi kesalahannya. Ada banyak alasan kondisional, dimana seseorang atau suatu bangsa terjerumus pada kesesatan tanpa menyadari bahwa mereka tersesat jalan. Mereka rela berkorban apa saja, demi bangsa, demi persatuan, demi hak asasi manusia, tanpa mema- ami bahwa itu semua adalah sia-sia. Alqur’an menginformasikan hal ini, sejak 15 abad lalu:

“Katakanlah, apakah akan Kami beritakan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya? Yaitu, orang-orang yang telah melakukan kesesatan dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka mengira telah berbuat yang sebaik-baiknya.” (Qs. Al-Kahfi, 18:103-104)
Kondisi Indonesia hari ini, adalah cermin dari salah sangka dan salah persepsi terhadap Islam. Kesalahan itu menye- babkan melemahnya spirit iman, rusaknya aqidah tauhid, dan terjerumus pada kekafiran berfikir dan kesesatan dalam beramal. Akibatnya, atas nama kedaulatan rakyat, nilai-nilai Ilahiyah diabaikan, segala hal yang berkaitan dengan agama dianggap membelenggu kebebasan. Kebencian pada agama menyebabkan parameter kebenaran porak poranda, kemungkaran akhlaq merajalela. Kesyirikan, aliran sesat, dan perilaku menyesatkan membawa epidemi kemaksiatan. Negeri ini, kian menjauh dari rahmat Allah!
Karena itu, seruan untuk menegakkan syari’at Islam, terutama di lembaga negara, bukan saja untuk membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan dan penindasan. Tetapi juga untuk membebaskan umat dari ancaman pemurtadan, jeratan paham sesat, dan intervensi asing. Oleh karena itu, kaum muslimin perlu membuktikan secara konkrit, dengan amal perbuatan, bahwa umat Nabi Muhammad Saw. belum mati di negeri ini.
I. MENGHIDUPKAN SPIRIT JIHAD
Apa yang paling ditakutkan musuh-musuh Islam dari ummat Islam? Spirit jihad fi sabilillah! Ketika Amerika bermak- sud mengusir komunis Soviet dari Afghanistan, yang terlintas di dalam benak mereka adalah para Mujahid Islam yang paling bisa diharapkan mencapai tujuan politiknya.
Tiga tahun setelah pemerintah Uni Soviet melakukan invasi ke Afghanistan (1979), CIA bekerjasama dengan badan intelijen Pakistan dan Inggris melakukan rekrutmen terhadap Aktivis Muslim untuk dijadikan Mujahidin Afghan. Selama satu dasa- warsa (1982-1992) berhasil direkrut tidak kurang 100 ribu pemuda Islam yang mempunyai semangat jihad untuk dilatih persenjataan dan merakit bom.
Mengapa aktivis pemuda Islam yang dipilih? Karena pada 1975, Amerika baru saja mengalami ‘kalah perang’ dari komunis Vietnam. Perang yang berlangsung sejak 1961 itu menghabiskan dana tidak kurang dari 15 miliar dollar AS, termasuk kehilangan sekitar 58.000 prajuritnya.
Uang tidak masalah bagi AS. Tapi kehilangan puluhan ribu prajurit, akan membuat rakyat Amerika berang kepada pemerin- tahnya, sebagai invasi AS ke Iraq sejak 2003, telah menelan 2000-an tentara aggresor AS. Oleh karena itu, memperalat semangat jihad pemuda Islam adalah jawaban yang tepat dan menjadi agendanya. Apalagi kemudian terbukti, dengan semangat ber- jihad, para Mujahid Islam itu berhasil mengusir Uni Soviet dari Afghanistan.
Sebelumnya, di Indonesia, Ali Moertopo sudah mempu- nyai pemikiran seperti itu. Ia menjual gagasan bahwa bahaya komunisme dari Utara hanya bisa diatasi oleh para mujahid Islam. Maka, direkayasa lah sebuah momentum politik –yang belakangan ia beri nama Komando Jihad– yaitu menjalin kerja sama dengan para petinggi DI pasca Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo (SMK). Dalam waktu singkat terkumpul ribuan orang yang siap berjihad melawan komunisme dari Utara.
Fakta ini, ditinjau dari sudut pandang objektif dan kaca- mata yang positif, menunjukkan bahwa, umat Islam Indonesia mempunyai semangat jihad yang tinggi. Tebukti, ketika meng- usir penjajah Belanda, yang kemudian menghantarkan Indonesia merdeka, peran semangat jihad adalah yang paling dominant. Masalahnya, semangat jihad ini seringkali disalahgunakan oleh orang yang kurang tepat, yaitu mereka yang mempunyai syahwat kekuasaan (politik). Gelora semangat jihad seperti inilah yang ditakutkan oleh musuh-musuh Islam.
Sudah sejak lama, semangat berjihad yang ada di kalangan Islam ini menjadi perhatian serius musuh-musuh Islam. Imperialis Inggris bahkan sampai menghidupkan Ahmadiyah Qadian yang mengakui Mirza Ghulam Ahmad (MGA) sebagai nabi pasca kenabian Muhammad SAW. Salah satu ajaran Ahmadiyah (baik Qadian maupun Lahore) adalah menghapus kan jihad.
Tabayyun: Klarifikasi Fakta di Balik Isu
Berkenaan dengan jihad, -setidaknya di kalangan ulama di Indonesia- mereka sering melakukan ‘indoktrinasi’ yang distortif terhahadap syari’at Jihad. Yaitu, dengan memperkenal kan Jihad Akbar (jihad memerangi hawa nafsu) sebagai jihad yang lebih utama daripada Jihad lainnya yang diposisikan sebagai jihad yang lebih kecil. Akibatnya, ummat Islam kehilang- an semangat jihad. Maka, ketika ada sekelompok orang yang menyerukan jihad sambil meledakkan bom di tempat-tempat tertentu, sebagian besar ummat Islam kebingungan, dan lebih mudah terprovokasi dan terbawa ke dalam alam pikiran yang memposisikan orang-orang seperti Imam Samudera Cs itu sebagai teroris, sebagaimana dijuluki Amerika Serikat.
Padahal, kalau saja ummat Islam berfikir jernih dan bijaksana, mengamalkan syari’ar Islam tatkala menerima suatu berita, terutama ketika berita itu dating dari kalangan kafirin dan fasiqin, maka orang-orang seperti Imam Samudera Cs, tidak akan begitu cepat mendapat vonis teroris, atau mendapat vonis sebagai orang-orang yang salah kaprah terhadap makna Jihad yang sesungguhnya. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Qs. Al Hujurat, 49:6).
Apabila seseorang menyebarkan isu atau berita bohong tanpa mengetahui keadaan sebenarnya, adalah tergolong dalam perbuatan yang dilarang, sebagaimana firman Allah:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungan jawabnya.” (Qs. Al-Isra’, 17:36).
Sikap latah, tidak kritis, asal tuduh telah menyebabkan bencana permusuhan melanda negeri ini. Sejumlah contoh dapat dikemukakan, antara lain:
1. Kezaliman terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir: Di hadapan sidang pengadilan, jaksa menuduh beliau terlibat dalam peristiwa bom Bali. Tapi fakta-fakta di pengadilan menunjukkan, tidak seorang pun saksi yang bisa membuktikan kebenaran tuduhan itu. Pengadilan hanya bisa membuktikan kesalahan pelanggaran keemigrasian. Tapi beliau tetap saja dihukum sebagai pelaku bom Bali berdasarkan keyakinan hakim.
2. Kasus Fathurrahman Al-Ghazi yang diberitakan tewas dalam tembak menembak dengan polisi Filipina, ternyata hasil otopsi di RS. Dr. Muwardi, Solo, menun- jukkan bahwa dia ditembak begitu saja setelah diberi makan. Walau demikian, tidak ada media massa yang secara obyektif memberitakan temuan tim dokter forensik yang mengotopsi ini.
3. Dalam kasus Ikhwanuddin, lebih absurd lagi. Media massa memberitakan dia tewas karena bunuh diri. Mustahil dalam keadaan dua tangan terborgol, dapat merebut senapan M16 yang terurai dari polisi, lalu memasang magazine, mengokang, lari ke kamar mandi, kemudian mengakhiri hidupnya dengan menembakkan senapan itu ke dadanya sendiri. Tapi, berita itu dilansir begitu saja tanpa ada bantahan atau kritikan dari manapun.
Masih banyak contoh-contoh lain yang seharusnya menjadi alasan bagi orang beriman untuk mengkritisi berita yang dilansir media massa. Atas dasar ini pula, kita tidak bisa begitu saja menuduh bahwa mereka membawa-bawa agama (Islam) ke dalam kancah terorisme. Karena mereka tidak sembarangan di dalam memilih sikap hidup yang beresiko membawanya ke vonis hukuman mati. Bahkan, ketika vonis hukuman mati sudah ditetapkan atas diri mereka, tidak sedikit pun tergambar rona ketakutan di wajah mereka.
Ini menunjukkan bahwa apa yang mereka sebut jihad, bukanlah main-main, tetapi sudah melalui sebuah proses ijtihad yang panjang, yang secara prosedural sah, dan secara syar’i pun shahih. Hanya, kemungkinannya adalah mereka tidak tepat di dalam menentukan sasaran. Disamping tidak tepat sasaran, mereka juga menggunakan ‘bahasa’ yang berbeda dengan ummat Islam pada umumnya, yang pemahaman jihadnya telah terdistorsi oleh indoktrinasi ulama su’.
Pesantren adalah lembaga pendidikan yang didirikan dan dikelola dengan semangat jihad yang tinggi. Ketika pada masa kolonial ummat Islam tidak mendapat akses menuju gerbang pendidikan dasar apalagi tinggi, para ulama shalih mendirikan pesantren. Sehingga rakyat Indonesia terbebas dari keterbela- kangan. Masalahnya, pasca kemerdekaan, terutama di masa orde baru, banyak dibangun pesantren yang didirikan oleh para ulama su’ yang lebih banyak bermuatan politis ketimbang membela kepentingan ummat. Pesantren yang mereka dirikan menjadi alat legitimasi kekuasaan, mendukung partai politik penguasa, dan ajang cari duit serta sarana memenuhi hajat ber- kuasa para pendiri dan pengelolanya.
Jika akhir-akhir ini ada suara miring tentang pesantren, sesungguhnya bukan pesantren itu sendiri yang dijadikan ‘musuh’, tetapi yang sesungguhnya dijadikan ‘musuh’ adalah spirit jihad yang bisa tumbuh dari lingkungan pesantren yang didirikan dan dikelola oleh para ulama shalih.
Kenyataannya, ketika semangat berjihad ala pesantren ini diterjemahkan ke dalam sektor ekonomi, pernah terbangun sebuah industri batik yang menjangkau kawasan nusantara, berikut salesnetwork-nya yang amanah berlandaskan ukhuwah Islamiyah. Semangat jihad seperti ini kemudian dibantai dengan menghadirkan sistem ekonomi kapitalistis, oligopoli, monopoli dan konglomerasi.
Andai saja semangat berjihad yang ada di dalam diri ummat Islam Indonesia ini diakomodir dan disalurkan ke tempat yang tepat, insya Allah kita akan berdiri sama tinggi dengan bangsa Jepang, atau bangsa Eropa lainnya. Tapi ketika penang- gulangan terorisme justru dikaitkan dengan pariwisata, pertum- buhan ekonomi, kerukunan beragama, dan sebagainya.
Tapi yang nampak, justru hal yang sebaliknya. Yaitu, keseriusan pemerintah memadamkan semangat jihad di kalangan ummat Islam. Gagasan mensosialisasikan makna jihad ‘yang sebenarnya’ dengan dibentuknya Tim Penanggulangan Terorisme (TPT) yang dipimpin Ketua Majelis Fatwa MUI, KH. Ma’ruf Amin, sebenarnya telah terperangkap dalam jebakan terminologi terorisme versi AS. Tim yang dibentuk oleh Menteri Agama Maftuh Basyuni ini, berfungsi sebagai juru bicara pemerintah, untuk menjalankan tugas memberikan penjelaskan kepada masyarakat mengenai pemahaman jihad yang benar, termasuk merekomen- dasikan, gerakan mana yang dikategorikan Islam radikal. Tim ini juga ditugasi menyensor buku-buku yang bertema jihad dan kemuliaan mati syahid, sebagai upaya menghindarkan masyara- kat dari pengaruh pemaknaan terminologi jihad versi teroris.
Dalam kaitan dengan pemberantasan terorisme, DEPAG dan MUI bukan lah representasi sikap ummat Islam Indonesia. Sebelum menentukan bagaimana sikap yang benar terhadap para teroris, seharusnya kita definisikan dulu apa yang dimaksud dengan terorisme. Selanjutnya melakukan klarifikasi sejumlah perkara yang masih diliputi berbagai misteri dan kejanggalan, agar tidak terjebak dan terjerumus ke dalam perbuatan yang nantinya dapat menimbulkan penyesalan, ketika semuanya sudah terlambat. Tapi, hal itu tidak dilakukan. Perkara yang harus dikritisi sekaligus klarifikasi adalah:
1. Peristiwa Bom Bali -1

Di depan persidangan PN Denpasar, Bali, tempat para pelaku Bom Bali -1 diadili, kemudian catatan dan dokumentasi Imam Samudra dalam buku Aku Melawan teroris. Para pelaku Bom Bali -1: Imam Samudra, Mukhlas, dan Amrozi, mengaku sebagai pelaku Bom Bali -1 sehingga mereka dijatuhi hukuman Mati.
Yang perlu dikritisi dan di klarifikasi adalah: Apakah benar bom Amrozi yang dibuat dari bahan Chloras Kalicus (= Kalium Chlorat), KCLO3, yang sebenarnya hanya bahan pembuat mercon, itu dapat menghancurkan beton, melelehkan besi baja, membuat kawan selebar 7,5 m di tanah berlapis aspal, memental kan puluhan mobil ke udara, dan seterusnya?
Menurut hasil pemeriksaan, bahan mercon yang dibeli Amrozi seberat 2 ton, yang (waktu itu) masih tersimpan di Lamongan 1 ton, sedang dari 1 ton lainnya yang sempat dipergu- nakan, baru 1 kwintal saja. Bisakah TNI atau ahli bom Indonesia membuat bom dengan daya ledak sedahsyat itu dari bahan yang sama? Betapa tidak masuk akalnya peristiwa ini!
2. Asmar Latin Sani, eksekutor Bom Marriott?

Menurut laporan media massa dalam dan luar negeri, Asmar adalah pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriott, Jakarta. Klarifikasi perlu dilakukan, pertama, dua hari sebelum peristiwa, Asmar diculik di depan keluarganya. Siapa yang menculik dan apa kaitannya dengan peristiwa pemboman?
Kedua, pernyataan kepolisian, dikabarkan Asmar menge- mudikan mobil yang membawa bom. Setelah meledak, kepala Asmar terpisah dari tubuhnya, terpental ke lantai 3 atau konon lantai 5, lalu diralat di lantai 4, dalam keadaan utuh, termasuk atap mobil juga masih utuh.
Bagaimana mungkin ada kepala manusia terlempar ke atas dari dalam mobil, sedang atap mobil dalam keadaan utuh? Apakah ada kepala manusia tidak bisa hancur oleh bom? Apakah sudah dibuktikan lewat otopsi bahwa leher Asmar putus karena ledakan, bukan karena digorok terlebih dahulu? Apakah sudah dibuktikan secara ilmiah, bahwa putusnya leher itu pada saat ledakan, dan bukan beberapa saat sebelumnya?
3. Terbunuhnya Dr. Azahari
Dalam kasus Azahari terdapat sejumlah pertanyaan yang perlu diklarifikasi. Pertama, benarkah Dr. Azahari otak dan orang yang berada dibalik pemboman selama ini? Belum sempat ada klarifikasi, yang bersangkutan keburu ‘terbunuh’. Mungkin sebagian orang merasa lega, tetapi tidak urung kejadian itu menyisakan perta- nyaan yang tidak mudah dijawab. Yang terjadi selama ini, adalah gencarnya kampanye bahwa ia adalah otak berbagai pemboman, tanpa ada berita pembanding, sehingga opini masyarakat terben- tuk seperti itu pula; terjadilah apa yang dinamakan trial by the opinion. Padahal belum ada vonis pengadilan yang berlaku secara tetap (inkracht) yang menyatakan bahwa Dr. Azahari yang terbunuh itu bersalah melakukan tindak pidana seperti yang dituduhkan kepadanya
Kedua, pada waktu kejadian terbunuhnya Dr. Azahari, mula-mula dikatakan bahwa tubuhnya hancur terkoyak bom dan tidak bisa di-kenal, lalu ditemu-kan dan dapat di-ambil sidik jari-nya. Esok paginya di-temukan mayat-nya yang nyaris utuh dengan luka tembak di bagian dada, di sela-sela reruntuhan bangunan rumah yang didiaminya; di kaki mayat terlilit seutas tali. Apa yang sebenarnya terjadi?
Ketiga, tali di kaki mayat Dr. Azahari katanya sengaja dipasang polisi untuk menjaga agar kakinya jangan bergerak, karena khawatir akan memicu beberapa bom yang kemungkinan masih ada di sekitar lokasi. Pertaqnyaannya, tali itu dipasang ketika Dr. Azahari masih hidup atau sudah mati ? Kalau sudah mati, apa memang mayat masih bisa bergerak sehingga bom bias terpicu? Benarkah seperti yang tampak dalam gambar, bahwa sebagian tali yang melilit kaki mayat itu juga tertindih reruntuhan bangunan? Jadi, mana yang terjadi lebih dahulu: kaki terlilit tali atau runtuhnya bangunan?
Keempat, di lokasi terbunuhnya Dr. Azahari ditemukan 30-40 rangkaian bom. Benarkah rangkaian yang ditemukan itu juga dapat sedahsyat rangkaian bom yang digunakan di Bali (Bom Bali-I) dan tempat lain ?
Kelima, kalau benar Dr. Azahari yang melakukan atau menjadi otaknya, belum ada kejelasan dari yang bersangkutan (keburu terbunuh) mengapa ia melakukan perbuatan itu, mengapa tempatnya di Indonesia, mengapa obyeknya tempat wisata, dstnya?
Selain fakta-fakta di atas sempat beredar rumor. Ketika tersiar berita pertama tentang terjadinya tembak menembak di Batu, salah satu TV sempat menyiarkan bahwa tidak terdapat bekas tembak menembak di sekitar TKP. Setelah itu para warta- wan diusir dari sekitar lokasi. Keesokan harinya, pada dinding dan beberapa benda di sekitar tempat kejadian sudah terdapat banyak kerusakan bekas tembakan.
Menurut keterangan warga di sekitar TKP, mayat yang ditemukan itu, bukanlah mayat orang yang mereka kenal sebagai penghuni rumah kontrakan itu beberapa hari sebelumnya.
Sementara Tim forensik dari Australia memberitakan bahwa mayat yang ditemukan di TKP ada 3 orang yang masing-masing berusia 24, 24 dan 25 tahun. Sedang jumlah mayat yang diberitakan oleh Polri hanya 2 orang, dan Dr. Azahari yang berusia 48 tahun itu adalah salah satunya.

Testimoni Tersangka Pelaku Bom Bali-2
Dalam kaitan ini, yang perlu dikritisi adalah: Pertama, Benarkah mayat yang ditemukan tanpa kepala di tempat kejadian itu harus berarti para pelaku bom tersebut. Apa tidak mungkin dia berada di sana pada waktu bom itu meledak sehingga dia juga menjadi korban atau bahkan kepala itu sudah ada di sana sebelum bom meledak atau ditaruhkan di sana sesudah bom itu meledak.
Kedua, Benarkah bahwa semua yang terdapat dalam tayangan video itu para “Tero-ris” ? Dalam hal ini, ter-masuk me-reka yang sedang la-tihan ala militer, loncat naik-turun sepe-da motor dengan mengenakan seragam hitam-hitam ala ninja? Kalau benar, siapa saja mereka dan dimana mereka sekarang ?
II. JIHAD BUKAN TERORISME
Peristiwa bom di Indonesia, oleh berbagai kalangan telah dimanfaatkan sebagai alat de-Islamisasi (pendangkalan aqidah Islam), dengan merusak citra syari’at jihad. Tipu daya demikian tidaklah mengherankan, dan tidak perlu mengecilkan hati umat Islam. Namun yang mengherankan, adalah suara gemuruh sebagian orang yang berlabel ulama menyuarakan suara musuh Allah dan Rasul-Nya, yang berusaha mengidentikkan syari’at jihad dengan terorisme. Oleh karena itu, umat Islam harus bangkit melawan konspirasi jahat ini dengan menjelaskan dasar serta tujuan syari’at jihad, secara terus terang dan apa adanya langsung dari haribaan syari’at Islam sendiri. Mengingat, tuduhan miring dan cemooh terhadap syari’at Islam sebagai agama gemar perang dan maniak teror semakin gencar dipropagandakan.
Definisi Jihad
Sesungguhnya jihad adalah sistem perjuangan Islam, untuk melawan kezaliman, membela agama, harta, jiwa, dan membebas kan kaum tertindas dari belenggu para penindas. Mati untuk kepentingan ini berarti syahid fi sabilillah, bukan bunuh diri.
Al-jihad, secara harfiah berasal dari kata al-juhdu (upaya sungguh-sungguh) dan masyaqqah (kesulitan). Kata Jihad juga sering digunakan dalam bentuk jaahada, yujaahidu, jihaadan dan mujahaadatan, yang artinya: “Mengerahkan segala usaha dan berupaya sekuat tenaga untuk mengahadapi kesulitan di dalam memerangi musuh dan menahan agresinya.”
Di dalam kitab Al-Mudawwanatul Kubra, Imam Malik bin Anas menjelaskan, implementasi jihad terbagi empat macam. Pertama, jihad dengan hati, yaitu jihad melawan setan dan mengekang hawa nafsu dari melakukan hal-hal yang diharamkan Allah Swt. Termasuk kategori ini adalah menghilangkan rasa takut dalam membela kebenaran dan melawan mereka yang memu- suhi Islam. Firman Allah:
“Dan orang yang takut pada Rabnya dan mengekang hawa nafsunya, maka surgalah tempat tinggalnya.” (Qs. An-Naazi’aat, 79:40-41)
Kedua, jihad dengan lisan, yaitu menyampaikan dakwah kebenaran kepada umat manusia, melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Melawan sekularisme dan golongan munafik, yang menggunakan alasan terorisme untuk mendiskreditkan Islam dan menyesatkan umat Islam, baik melalui lisan maupun tulisan, termasuk jihad karena Allah berfirman:
“Wahai Nabi, berjihadlah melawan kaum munafik dan bertindak keraslah kepada mereka, dan jahanamlah tempat tinggal mereka serta merupakan seburuk-buruknya tempat tinggal.” (Qs. At-Taubah, 9:73)
Ketiga, jihad dengan tangan, yaitu tindakan penguasa untuk mencegah para penjahat agar menghentikan kejahatannya, menghukum koruptor tanpa pandang bulu, memberantas pelacuran, membasmi perjudian, narkoba serta perbuatan dosa lainnya, demi melaksanakan syari’at Allah. Antara lain, dengan mengamal kan hukuman hudud (pidana) terhadap pelaku zina, penuduh orang lain berbuat zina, tanpa dapat menghadirkan bukti yang sah, dan peminum khamer. Keempat, jihad dengan senjata, yaitu memerangi orang-orang kafir, karena memerangi Islam, mengusir dan membantu mengusir kaum muslimin dari negerinya. Firman Allah:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, dan janganlah melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. 2:190).
Jadi, jihad Islam bisa bersifat defensive (difa’iy), bisa juga bersifat ofensif (hujumiy), tergantung kondisinya. Kata jihad yang termaktub dalam Al-Qur’an, secara khusus bermakna perang untuk menegakkan Syari’ah Islam, dan secara umum bermakna amal shalih, yaitu menyerukan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Baik makna maupun pengamalan syari’at jihad sudah dicontoh kan oleh Rasulullah. Oleh karena itu, menggunakan terminologi jihad untuk tujuan terorisme, adalah kejahatan. Tetapi menggunakan alasan terorisme untuk mendiskreditkan jihad merupakan kejahatan yang lebih besar lagi.

Definisi Terorisme
Dalam kamus Webster’s New School and Office Dictionary, oleh Noah Webster, A. Fawcett Crets Book, disebutkan bahwa teror sebagai kata benda mengandung arti:
1. Extreme fear, sebuah ketakutan yang amat sangat.
2. One who excites extreme fear, seseorang yang gelisah karena ketakutan yang amat sangat.
3. The ability to cause such fear, kemampuan untuk menimbulkan ketakutan.
4. The systimatic use of violence, as murder, by a party or faction to maintain power, promote political policies, etc, peng-gunaan kekerasan secara sistimatis seperti pembunuhan, yang dila- kukan oleh sekelompok orang atau golongan untuk memelihara, mene-gakkan atau mengurus masalah kekuasaan, mempromosikan kebija-kan politik, memaksakan kehendak, menunjukkan sikap dan sebagainya.
Sedangkan terrorism sebagai kata kerja adalah the use of violence, intimidation, etc. to gain and end; especially, a system of government ruling by terror. Yaitu, peng-gunaan kekerasan, ancaman dan sejenisnya untuk menda-patkan sesuatu yang diinginkan dan merupakan tujuan; teris-timewa sebagai suatu sistem pemerintahan yang diatur dengan teror. Para pelakunya atau orang yang berperan dalam masalah teror ini disebut dengan terrorist.
Menjadi semakin jelas, bahwa teror (isme) adalah perbuatan menggunakan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan, terutama tujuan politik. Unsur-unsur teror itu berupa kekerasan, menimbulkan ketakut- an, untuk tujuan politik.
Dalam kaitan ini, terorisme tidak pernah menjadi bagian dari Islam. Karakteristik Islam, siap berdamai dengan siapa saja yang ingin damai dan siap melawan siapa saja yang mengusik keadilan, kedamaian dan ketenteramannya. Sumber dan biang keladi terorisme, justru datang dari agama Yahudi dan Nasrani.
Syeikh Sayid Sabiq di dalam Fiqih Sunnah bab Jihad, menyebutkan bahwa jihad dalam makna perang, juga menjadi ajaran yang dibawa oleh agama-agama para nabi sebelum datangnya nabi Muhammad Saw. Dalam Kitab Perjanjian Lama, Ulangan 20:10, yang digunakan kaum Yahudi, termaktub penetapan perang yang amat kejam, dan bersifat ofensif terha- dap non Yahudi dan non Kristen. Dikatakan sebagai berikut:
“Ketika kamu mendekati suatu kota untuk memeranginya, lebih dulu ajaklah kepada perjanjian. Jika mereka menerima ajakanmu dan membukakan pintu untukmu, maka semua pendu- duk yang ada di kota itu harus tunduk kepadamu dan mengabdi padamu.
Jika mereka tidak menerima ajakanmu, bahkan menyata- kan perang, maka kepunglah kota itu, dan jika Tuhanmu menye- rahkan kota itu padamu, kejarlah (pukullah) semua penduduk prianya dengan pedang. Adapun wanita dan anak-anak kecil, binatang dan segala isi kota lainnya, jadikanlah sebagai rampasan bagimu. Makanlah semua rampasan yang Tuhan berikan kepadamu itu.”
Dalam Injil Matius yang diyakini orang-orang Kristen, Matius X ayat 24 berbunyi sebagai berikut: “Janganlah kalian mengira, bahwa aku datang membawa perdamaian! Aku datang membawa pedang. Aku datang untuk memisahkan manusia dengan bapaknya, anak dengan ibunya dan menantu dengan anak kandungnya. Musuh-musuh manusia adalah saudara serumah. Siapa yang mencintai putera atau puterinya melebihi kecintaannya kepadaku, maka ia tak berhak mendapatkan kasih- ku. Siapa yang tak mengambil salib dan mengikutiku, ia tak berhak mandapat kasihku. Siapa yang menggunakan hidupnya, ia akan sia-sia. Dan siapa yang menyia-nyiakan hidupnya demi aku, dia akan mendapatkan kasihku.”
Jadi, sungguh keliru dan menyesatkan, bila Amerika dan sekutunya menuduh Islam sebagai biang kerok terorisme atau maniak perang di dunia ini. Kesombongan Presiden AS, George W Bush memerangi umat Islam dengan memunculkan trauma dan ketakutan global agar leluasa menyerang seseorang atau sekelompok orang yang diposisikan sebagai musuh Tuhan, jelas membawa missi agama. Kaum Muslimin yang berusaha memba- ngun tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara berdasar kan syari’at Islam seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Dan merintangi hegemoni AS dalam membangun dunia baru berwajah imperialis, dianggap musuh Tuhan yang harus dibasmi.
Keberutalan tentara AS ketika menggulingkan pemerintah Thaliban yang telah berjasa mengusir penjajah Uni Soviet dari Afghanistan. Kemudian menginvasi bangsa muslim Irak, sekalipun akibatnya, menghancurkan peradaban serta menghina keyakinan agama kaum Muslimin, terinspirasi atas pemahaman- nya terhadap ayat-ayat Injil. Mereka menghancurkan apa saja, dan membunuh siapa saja. Demikian pula, kebiadaban zionis Israel membantai anak-anak, orang tua, dan wanita Palestina, merupakan implementasi jihad dalam pengertian perang yang diambil dari kitab suci Yahudi.
Orang-orang kafir tidak pernah berusaha menyembunyikan kebencian, sikap permusuhan, dan penghinaannya kepada Islam. Fakta terbaru atas penghinaan mereka adalah pemuatan Karikatur Nabi Muhammad saw bersorban bom oleh sejumlah media di Denmark (Jillands-Posten), Norwegia, Prancis, media Barat dan Koran Merdeka dalam motif lain sungguh merupakan penghinaan terhadap aqidah (keyakinan) ummat Islam, dan bertendensipolitis bahwa ajaran Islam menjadi inspirator terjadinya tindakan terorisme. Umat Islam patut mengutuk keras atas kejadian tersebut.
Dalam karikatur karya Kurt Westergaarrd yang dipublikasikan Harian Nasional Denmark, Jyllands-Posten pada akhir September 2005 lalu, Nabi Muhammad SAW digambarkan beralis dan berkumis tebal. Wajahnya tertutup jambang lebat, mengenakan sorban dengan bentuk dinamit yang akan meledak, ditempeli tulisan kalimat syahadatain. Sekalipun Redaktur Pelaksana harian Jyllands-Posten, Carsten Juste sudah menyampaikan permohonan maafnya atas pemuatan kartun Nabi Muhammad dengan penggambaran yang sangat menyinggung perasaan umat Islam sedunia, sama sekali tidak bisa menghapuskan pelecehan yang disengaja itu.
Visualisasi Nabi Muhammad saw dalam bentuk apapun diharamkan oleh Syariat Islam. Apalagi, menggambarkan Nabi yang sangat dimuliakan oleh umat Islam dengan ‘tuduhan teroris’ dalam media massa, berarti secara terbuka dan terang-terangan, redaktur dan semua yang terkait dengan penerbitan tersebut telah dengan sengaja melakukan penyerangan terhadap martabat kemuliaan utusan Allah swt, umat Islam dan Syariat Islam.
Allah swt berfirman yang artinya : “Bahwasanya hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya, dan membuat kerusakan di muka bumi adalah dibunuh atau disalib atau dipotong tangan dan kaki secara bersilang atau diusir dari negerinya. Yang demikian itu suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akherat mereka beroleh siksaan yang besar kecuali orang-orang yang tobat sebelum kamu dapat menangkap mereka” (Qs. Al-Maidah, 5: 33-34)
Berdasarkan ayat di atas, maka hukuman bagi para penyerang (penghina) Rasulullah saw adalah bisa dihukum mati sebagaimana kasus Salman Rushdi dengan ‘Satanic Verses’ nya di Inggris beberapa tahun silam.
Umat Islam patut bangga dengan Islam. Agama yang bersikap adil kepada siapapun. Sebagai rahmatan lil alamin, Islam selalu bersikap damai terhadap siapa saja yang ingin damai, dan siap melawan siapa saja yang mengusik ketenteraman aqidahnya dan memusuhi supremasi Syari’ahnya.
Untuk membangkitkan perlawanan terhadap kezaliman, membasmi kemungkaran, korupsi dan narkoba, membela kaum tertindas, memenangkan al-haq di atas al-bathil, maka jawaban yang paling tepat, jelas, manusiawi, dan efektif adalah jihad fi sabilillah.
Sekiranya pemerintah mengakomodir semangat jihad yang ada di dalam diri umat Islam, sebagaimana telah dijelaskan di atas; dan bukannya mencurigai syari’at jihad sebagai sumber ektrimitas, lalu memperketat pengawasan terhadap gerakan Islam, melakukan sweeping pondok pesantren, mengambil sidik jari santri, dan buku-buku Islam bertema jihad terancam disen- sor. Insya Allah, bangsa ini akan mampu berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa besar di dunia, bebas dari belitan krisis, terangkat dari musibah demi musibah yang selama ini terus datang menerpa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar